Budi Johanis , awal hingga akhir hanya di persebaya

Persebaya melahirkan banyak bintang. Namun hanya satu nama yang tak pernah berpindah klub, Budi Johanis.
Bagi penikmat sepakbola Surabaya, terutama di era kompetisi perserikatan. NamaBudi Johanis tidak asing lagi, salah satu pelaku sejarah 3 tahun kompetisi berturut-turut Persebaya melangkah ke final era perserikatan tahun kompetisi 1986/1987, 1987/1988, 1988/1989. Sisa-sisa kejayaan masih saja terlihat walau saat ini beliau sudah tidak bersinggungan dengan dunia sepakbola, dunia yang telah membesarkannya.

Beliau mengawali karir sepakbolanya dengan bergabung di Indonesia Muda Surabaya sebuah klub internal Persebaya , karena kebetulan lapangan tempat berlatih Indonesia Muda dekat dengan rumah beliau pada saat itu. Bersama Indonesia Muda (IM) karir bola beliau dibentuk dan dipupuk, dari level junior hingga level senior. Dengan keterbatasan peralatan saat itu, beliau memanfaatkan semua sumber daya yang dapat meningkatkan kemampuannya. Sampai suatu ketika sang pelatih di IM berkata, “ Sudah saat nya kamu tidak lagi bermain disini, sudah senior. bermain di THOR sana”. Lapangan THOR merupakan tempat berlatih para senior, THOR dari singkatan Tot Heil Onzer Ribbenkast yang artinya Hail to Ourselves Ribcage atau salam untuk tulang rusuk kita. Atas saran sang pelatih beliau pergi ke lapangan THOR, dan dari kompetisi Persebaya beliau menjadi bagian dari Persebaya junior 1976. Dari 200 orang, terpilih 24 orang termasuk beliau.  
Di tahun 1979, terdapat seleksi pemain-pemain terbaik dari setiap klub perserikatan untuk proyek PSSI yang akan diberangkatkan ke Brazil selama 6 bulan. Dari Persebaya terpilih 5 orang, termasuk beliau. Proyek ini dinamakan PSSI Bina Tama, yang nantinya dilebur menjadi PSSI Utama. PSSI Utama terdiri dari pemain senior yang sudah ada seperti Roni Patinasarani, Simson Rumahpasal digabung dengan adik kelas mereka di PSSI Bina Tama.

Usai balik dari Brasil, tawaran kepada Budi untuk pindah klub banyak yang datang. Mayoritas, ucap dia, adalah klub Galatama. 
''Ada UMS 80 Jakarta, Perkesa Sidoarjo, ataupun juga Indonesia Muda,'' terang Budi.
Tapi, itu tak membuat dia goyah pendirian. Budi tetap ingin membela klub kota kelahirannya, Persebaya Surabaya.
Namun, ada satu hal yang membuat dia menolak tawaran klub lain. ''Saya sudah bekerja di BRI (Bank Rakyat Indonesia). Dengan di Persebaya, saya bisa bekerja di sana,'' ucap Budi. 
Bapak tiga putri ini mengaku sangat mencintai pekerjaan. Dengan tetap di Persebaya, dua profesi yang dilakoni bisa berjalan beriringan. ''Karena perserikatan, saya bisa bekerja dan sorenya bermain sepak bola di IM. Zaman itu kan Persebaya latihan kalau persiapan menghadapi kompetisi atau turnamen saja,'' ujar Budi.
Hanya saat membela Persebaya, Budi tetap memerlukan surat dispensasi. Dia hanya mau bergabung kalau surat tersebut ditanda tangani oleh wali kota. 
''Kalau sudah gitu, kantor tinggal bilang berangkat. Saya bisa tenang dan lepas membela Persebaya,'' jelas lelaki asli Ambengan, sebuah daerah dekat dengan Gelora 10 Nopember, Surabaya, itu.
Bahkan, kantor BRI sempat gempar. Ini, jelasnya, karena datangnya E.E. Mangindaan, yang saat itu menjabat sebagai Danrem Bhaskara Jaya sekaligus manajer Persebaya.
''Di kantor ribut, ada apa Danrem ke Kantor BRI. Ternyata, Mangindaan minta izin memakai saya dan mengucapkan terima kasih atas kelonggaran kantor dalam membantu Persebaya,'' papar Budi. 
Dengan konsentrasi tak terganggu pekerjaan, ternyata ikut mengangkat penampilannya. Salah satunya dengan terpilihnya Budi menjadi pemain terbaik di Kompetisi Perserikatan musim 1985/1986. 
Terpilih menjadi pemain terbaik membuat semangat Budi untuk mengangkat Green Force, julukan Persebaya, terlecut. Pada musim 1986/1987, Budi dkk mampu menembus final. 
''Kami kalah dari PSIS Semarang dalam pertandingan yang dilaksanakan di Senayan, Jakarta. Tapi, kami yakin bakal lebih baik musim depannya,'' lanjut pemain yang didik dari klub internal Indonesia Muda (IM) tersebut.
Benar, di musim 1987/1988, Persebaya mampu mengakhiri dahaga gelar selama 11 tahun, Budi sukses mengantarkan Persebaya menjadi juara perserikatan dengan mempermalukan Persija Jakarta.
Lini tengah yang digalang Budi cukup solid. Dia dibantu tiga rekan-rekannya, Yongki Kastanya, Maura Helly, dan Aries Sainyakit. 
''Dengan materi lini tengah ini,  bukan hanya juara perserikatan, berbagai turnamen yang diikuti mampu kami sapu bersih,'' lanjut Budi.
Di musim berikutnya, 1989/1990, Persebaya masuk ke final. Hanya, mereka gagal mempertahankan gelar usai kalah dari Persib Bandung.
''Itu masa-masa terakhir menjelang pensiun. Musim 1991/1992, saya masih masuk tim. Persebaya tak lolos ke final,'' ujar Budi.
Sebenarnya, Budi masih diberi kesempatan bergabung Persebaya di 1993/1994. Hanya, faktor usia dan ingin konsentrasi kepada pekerjaan yang membuat dia memilih pensiun.
''Saya tak pernah pindah klub. Hanya di Persebaya saya berkarir,'' tambah Budi.
Rentang 16 tahun,mulai 1976-1992, bukan waktu yang sebenar. Godaan dan gelimang rupiah tak membuat Budi pindah ke klub lain. Hanya berkostum Timnas Indonesia yang dipakainya selain Persebaya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Niac Mitra , Legenda Klub Sepak Bola dari Surabaya

Match Fixing yang terjadi di Jaman Dahulu